Search
Close this search box.

Naskah Sambutan Malam Tirakatan RT 03 Menafakuri Indonesia 80s Era

Assalamualaikum.
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Tuhan semesta alam.

Penghormatan.

Syukur.

Selawat.

Ucapan terima kasih.

Bapak Ibu yang saya hormati, ini pertama kalinya saya ngendika di hadapan semua warga RT 03. Sejujurnya, saya merasa masih terlalu muda dalam umur dan wawasan. Jadi, belum bisa lah saya memberikan sambutan yang baik untuk acara ini, dan terlebih belum pantas lah saya mengemban amanah jabatan ini. Saya belum memiliki kapasitas mental, kepekaan sosial, dan wawasan kemasyarakatan yang cukup mumpuni sebagai modal untuk mengemban amanah tersebut. Oleh karena saya senantiasa mohon bimbingan dari Bapak Ibu sekalian.

Saya pengantar saja. Amanat mendalam terkait kemerdekaan dan wawasan kebangsaan, saya serahkan kepada Bapak Kadus Plt yang akan memberikan sambutan dan Bapak Ustaz yang akan mengisi mauizah hasanah nanti.

Bapak Ibu sekalian, sebagai bocah yang masih bau kencur, yang saya bawa ke depan panjenengan ini pertanyaan pertanyaan. Misalnya tajuk acara kita, “malam tirakatan”.

Tirakatan, artinya melakukan tirakat. Tirakat secara bahasa, kalau saya mengaji dengan Pak Ustaz, secara lughotnya, artinya menahan hawa nafsu. Sedangkan acara yang kita lakukan ini rasa-rasanya agak bergeser dari makna harfiah tersebut. Lebih tepat rasanya disebut tasyakuran. Malam tasyakuran.

Bentuk rasa syukur kita dalam memperingati tanah air kita yang sedang bertambah umur. Kita berkumpul, mendoakan arwah para pejuang, menyaksikan adik-adik menampilkan kebolehan mereka, maem maem … Hehehe, nggih to?

Namun demikian, mboten nunopo Bapak Ibu. Saya kira yang kita lakukan pun baik. Toh kita swadaya, ndak pakai anggaran negara. Hanya saja, supaya lebih kafah, mari kita tanyakan kepada Pak Kadus dan Pak Ustaz, kira kira bagaimana laku tirakat yang seyogianya kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan?

Selanjutnya, “memperingati HUT RI ke 80”. Tidak terasa, nggih, Bapak Ibu, sejak merdeka, negara kita sudah bertahan segini lama. Bapak Ibu sendiri bagaimana, apa sudah merdeka betul? Hah? Belum? Kok bisa?

Saya pikir begini, Bapak Ibu. Jas merah, ya. Dulu, setahun setelah merdeka, Bapak Republik kita mendatangi Bung Karno, Bung Hatta, dan Haji Agus Salim. Beliau bilang, saya tidak tertarik dengan kemerdekaan yang kalian ciptakan. Merdeka harus 100%. Sedang kemerdekaan kalian hanya dinikmati segelintir elit saja. Bukan milik rakyat.

Nah, bagimana menurut Bapak Ibu? Apakah perkataan bernada kritik yang disampaikan langsung dan tanpa tedeng aling-aling oleh Bapak Republik Indonesia itu masih relevan sampai sekarang seperti yang Bapak Ibu semua rasakan?

Lalu yang ketiga, Menurut Bapak Ibu sekalian, kira kira kita ini bangsa yang besar atau bangsa penakut?

Bangsa yang besar? Nah, kira kira, apa yang membuat bangsa kita besar, Bapak Ibu?

Jumlah penduduk? Endak, kita masih kalah dengan Cina, Amerika, sama India kalau soal itu.

Sumber daya alam? Negara di dunia yang SDA-nya paling melimpah tuh Rusia, Bapak Ibu. Negara kita bahkan tidak masuk dalam daftar 10 besar urutannya.

Apalagi kira kira? Keragaman suku bangsa? Sayangnya tidak juga, Bapak Ibu. Soal keragaman etnis dan bahasa, kita masih kalah sama India. Boleh bapak ibu cek ulang datanya lewat sumber yang valid via mbah google.

Jadi, kira kira, apa yang besar dari bangsa kita, Bapak Ibu? Apakah besar korupsinya? Apakah besar pajaknya? Apakah besar penyalahgunaan kekuasaannya? Apakah besar omong kosongnya seperti kasus Bupati yang didemo besar besaran itu?

Nah, Bapak Ibu yang menilai.

Kalau kita ini bangsa yang besar, misalnya, kenapa kita takut dengan bendera dan simbol? Seperti kasus yang viral baru baru ini soal bendera one piece? Sekedar informasi, Bapak Ibu, one piece itu serial komik dari Jepang yang terbit sejak tahun 97 dan masih berlanjut sampai sekarang. Ceritanya soal sekelompok bajak laut yang membantu rakyat yang tertindas oleh penguasa lalim, penguasa korup, dsb. Dan yang jadi backingan penguasa penguasa jahat itu adalah pemerintah dunia.

Baik, kembali lagi soal bendera. Saya membayangkan, Gus Dur—RIP—tertawa dari alam sana melihat ontran otran niku wau, Bapak Ibu. Lha wong bendera bintang kejora saja beliau memperbolehkan buat dikibarkan. Bapak Ibu bisa cek beritanya. Banyak itu di internet.

Gus Dur menyikapinya dengan woles, wong cuma ekspresi budaya kok dilarang-larang?! Mungkin agaknya begitu. Sayangnya, pejabat sekarang sepertinya cenderung fobia sama rakyatnya. Bukannya introspeksi kalau ada gejala yang tidak biasa, malahan main larang larang dan menganggapnya tindak pidana.

Lagian pengibaran bendera one piece itu tadi tidak lain adalah bentuk kecewa dan protes dari rentetan kebijakan yang mboten mashok dan cenderung memberatkan kita kita ini sebagai rakyat kecil. Enggih nopo enggih, Bapak Ibu?

Kesannya kan wakil wakil kita pada dumeh, gitu. Sehingga rasa rasanya kian lama kian kita menjelma jadi bangsa penakut seperti yang dibilang oleh Gus Dur puluhan tahun lalu. Sama protes takut. Sama kritik takut. Ini takut itu takut kok gas gasan mau mewakili kita. Kan aneh.

Bapak Ibu yang saya hormati, kalau dituruti, masih banyak pertanyaan lain yang ingin saya lontarkan. Akan tetapi, bagian dapur sudah memberi kode. Satu lagi, nggih. Saya punya harapan yang saya kira ini harapan hampir seluruh warga RT 03, jadi saya rangkum saja menjadi harapan kita, yakni agar bisa berdikari.

Lewat program jimpitan misalnya. Menurut hemat saya, jimpitan juga bisa jadi salah satu laku tirakat. Kita setiap hari menyisihkan seperak dua perak atau segenggam dua genggam beras menurut kondisi dapur masing-masing.

Hasilnya, kita belanjakan aset yang akhirnya manfaatnya kita akan rasakan bersama. Kalau sudah lengkap nanti, saya kira akan jadi salah satu instrumen agar kita bisa berdikari. Sudah barang tentu ini juga bentuk gotong royong. Maka dari itu, mudah mudahan ibu ibu tidak tanggung tanggung mengisi, dan bapak bapak tidak bosan bosan melakukan piket. Hehehe.

Sebab kula nate mireng, Bapak Ibu, bahwa disiplin itu membebaskan. Tak terkecuali program kita ini. Dalam jangka pendek mungkin belum terasa betul letak membebaskannya dimana. Akan tetapi, orientasi kita jangka panjang. Visi kita jelas. Yakin usaha sampai. Ingkang baken, tetap jaka guyub rukun dan kekompakan kita.

Bapak Ibu ingkang minulya, mboten prayogi mbok bilih kula matur kathah kathah. Pramila atur kula cekapaken semanten. Temtu kathah kekirangan saha kalepatan anggen kula matur, mila estu kula nyuwun agunging sih samudra pangaksama.

Wassalamualaikum.


Catatan ini dibuat Sabtu siang, 16 Agustus 2025. Setelah dibaca dan ditimbang, rasa-rasanya terlalu panjang sehingga ada beberapa bagian yang tak terucap pada waktu sambutan. Meskipun sebagian juga lebih karena ndredek dan nge-blank. Met ultah bangsamu.

More Interesting Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *